Rencana bertolak ke Bangkok untuk Songkran Festival sebenarnya sudah ada dari setahun yang lalu. Agak menggebu karena merasa penat menunggu cuti yang gak kunjung datang sementara ajakan pergi dari teman-teman untuk liburan ke berbagai tempat datang bertubi-tubi. Domisili di Balikpapan semakin menyulitkan ketika ingin liburan dengan low cost, karena itu begitu ada promo ticket PP JKT-BPP saya gak berpikir dua kali untuk beli. Walaupun belum tentu jadi ke Songkran, yah paling tidak saya ada tujuan lain: pulang kampung ke rumah :’)
Tapi takdir berkata lain, sebulan sebelum Songkran -yang setiap tahunnya jatuh di tanggal 13-15 April- akhirnya saya membeli tiket ke Bangkok, bersama Farhan, Willy, dan disusul oleh Anida.
Berbeda dengan Farhan yang sudah beberapa kali melakukan solo trip, saya amatir ketika berkaitan dengan traveling dan berkenalan dengan warganegara asing, sehingga saat tahu bahwa Willy dan Anida -yang sejatinya memang traveler yang sudah melanglang buana ke berbagai Negara- akan menemani saya dan Farhan kali ini, rasanya sangat menyenangkan. The more the merrier!
Setibanya di Bangkok, kami tidak membuang waktu percuma. Tidak sampai sejam beristirahat di hostel, kami langsung keluar untuk mencari keriaan Songkran. Willy paling sigap, dari awal sudah membeli water-gun di hostel. Saya menyusul setelahnya karena tidak tahan ditembaki air oleh penduduk lokal. Naluri kompetitifnya tersulut :’))))
Ada beberapa pusat keriaan Songkran Festival yang sempat kami kunjungi, Silom Road, Khao San Road, Siam Square, dan Royal City Avenue. Dari semuanya, Silom Road adalah war-zone yang paling meriah, berpusat di Silom Complex dibawah BTS Saladaeng, segala macam atraksi ada di sepanjang Silom Road. Mulai dari pemadam kebakaran yang siaga menyemprot air ke segala penjuru, penjual berbagai jenis pistol air, aneka jajanan, wet ladies dancing show, sampai dengan bubble play area. Pengunjungnya pun dari berbagai usia, walaupun didominasi oleh remaja dan dewasa muda.
Di semua pusat keriaan Songkran, saya sama sekali gak keberatan disemprot air berkali-kali, bahkan air dingin sekalipun. Niatan kami memang bersenang-senang selama pesta air 3 hari –dan ternyata 3 malam juga, gilak!- tapi selain air juga ada cairan kapur putih yang dengan bebasnya bisa dioleskan oleh siapa saja, ke bagian mana saja, dan tentu saja sasaran utamanya di wajah! Banyak sekali pemuda-pemudi hilir mudik dengan mangkuk kecil berisi cairan putih tersebut sehingga tidak mungkin untuk melarikan diri. Saya berulang kali kena telak, sampai gak terhitung berapa kali mata kelilipan. Tapi karena esensi pengolesan cairan putih tersebut adalah sebagai berkat Tahun Baru, saya gak bisa marah. Apalagi semakin dihindari semakin bikin orang geregetan. Dari yang awalnya geram, pasrah, sampai ujung-ujungnya cengengesan saja. Meleng dikit langsung dicolek orang, Jon!
Beruntung di keriaan Songkran Festival ini kami berempat dapat tambahan extra team 3 orang teman yang kami jumpai di hostel, Carol, Mathijs, dan Chris. Dan agenda bertemu dengan teman kami Alderina yang saat ini berdomisili di Bangkok juga terpenuhi. Mission accomplished, everybody happy :’)
Songkran Festival di Thailand merupakan semacam perayaan Hari Tahun Baru yang jatuh pada pertengahan April, waktu terpanas di sepanjang tahun di Thailand karena bertepatan dengan akhir musim kemarau. Dan karena pemerintah Thailand menjadikan Songkran Festival sebagai hari libur nasional, ajang pesta air gila-gilaan ini dirayakan massal di berbagai daerah di Thailand. Alderina bilang perayaan Songkran sebenarnya paling terkenal di Thailand Utara, kota Chiang Mai. Dengan durasi waktu perayaan lebih lama dan ada parade gambar budha dimana penduduk setempat bisa melempar air ke gambar tersebut sebagai berkat. Menariknya, berbeda dengan Chiang Mai dimana penduduk lokal merayakannya dengan meriah, perayaan Songkran Festival di Bangkok justru didominasi oleh para remaja Thailand dan wisatawan asing dari berbagai Negara, karena kebanyakan penduduk lokalnya, terutama generasi yang lebih tua, lebih memilih untuk pulang merayakan Songkran di kampung halaman masing-masing menghindari kerumunan massal dan kehebohan pesta air.
Karena dua hari sudah kami habiskan untuk berbasah-basahan sepanjang hari, di hari ketiga kami putuskan untuk mengunjungi Komplek Biara Budha Wat Arun dan Wat Pho. Di kedua tempat tersebut Songkran diperingati secara tradisional dengan berdoa, memberikan makanan kepada para biksu, dan melakukan ritual pemandian patung Budha sebagai simbol pembersihan dan pembaharuan. Hal ini diyakini akan membawa keberuntungan dan kemakmuran untuk Tahun Baru.
Yang menarik perhatian saya saat berkunjung ke Wat Pho adalah di salah satu area di dalam komplek Biara tersebut terdapat satu lokasi dimana banyak terdapat gundukan pasir menyerupai stupa kecil yang dihiasi bendera warna-warni dan bunga. Gundukan pasir menyerupai mini stupa tersebut merupakan simbol pembersihan menyeluruh, pengganti untuk segala kotoran yang terbawa pada kaki seseorang, dalam hal ini dimaksudkan segala perbuatan buruk yang telah dilakukan sepanjang tahun sebelumnya. Setelah diletakkan di area yang tersedia, setiap orang berdoa di depan ‘mini stupa’ mereka masing-masing dan membuat resolusi tahun baru untuk melakukan hal-hal yang baik ke depannya.
Baik ajang pesta air maupun perayaan secara tradisional, Songkran Festival menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik domestik maupun asing untuk berkunjung ke Thailand.
Ada beberapa hal yang membantu saya selama Songkran trip :
- Tetap berada dekat dengan rombongan teman-teman selama berada di ajang pesta air, situasi kerumunan massa bisa menjadi lepas kendali dan hal yang paling gak kita inginkan adalah terpisah dari rombongan dan berakhir saling mencari sepanjang hari.
- Menginap di hostel yang lokasinya tidak jauh dari pusat keriaan Songkran. Kebetulan hostel tempat kami menginap, Saphaipae, berada di Surasakh road, sekitar 100 meter dari BTS Surasakh dan 1 km dari Silom Road, sehingga akses untuk pergi ke berbagai tempat sangat memadai. Pelayanan, kebersihan kamar, dan makanan di hostel pun sangat baik. Favorit saya? Thai Ice Tea-nya, tidak terlalu manis, pas di lidah :’)
- Di situasi war-zone, saya yang gampang tersulut akhirnya membeli pistol air 2x :’)) yang pertama lebih sering butuh isi ulang air dan lumayan berat untuk tubuh saya yang mungil. Jadi saya putuskan untuk membeli pistol air yang lebih fleksibel dan membantu. Kalau mau bersenang-senang, jangan tanggung-tanggung :’D
- Sebelum berangkat, teman saya bilang nanti jangan naik Tuk Tuk, harganya mahal karena drivernya tahu kebanyakan yang tertarik untuk naik adalah wisatawan. Tapi khusus saat Songkran Festival, sangat disarankan untuk naik Tuk Tuk jika ingin mencoba pengalaman war-zone yang seru dan berbeda. Saya serasa seperti gangster yang ada di televisi, di setiap lampu merah selalu siaga dengan pistol air masing-masing jika ada Tuk Tuk atau mobil lain yang berusaha menembak Tuk Tuk kami dengan pistol airnya. Tapi tentu saja kami selalu tak berdaya ketika melewati setiap perempatan atau pinggir jalan dimana ada kerumunan warga yang siap menerjang Tuk Tuk kami dengan ember besar berisi air penuh. Setiap turun dari Tuk Tuk basah kuyupnya selalu keterlaluan, namun seperti anak kecil kami selalu tertawa ceria karena puas sudah berhasil melewati satu pertempuran :’)))
- Bawa obat-obatan pribadi dan makan yang cukup, karena war-zone Songkran sangat menghabiskan tenaga. Selama disana bisa dikatakan bahwa energi penduduk lokal seperti gak ada habisnya, mereka totalitas dalam merayakan Songkran. Pesta air tidak hanya berlangsung dari siang ke sore saja. Di beberapa tempat, salah satunya Royal City Avenue, perayaan Songkran dilakukan sampai dini hari menjelang shubuh. So if you wanna join them, you should be in a good condition. Jangan sampai sepulangnya ke rumah malah jadi flu berat dan tepar gak karuan.
- Last but not least, AWESOME FRIENDS!
Untuk gallery foto lebih lengkap dan cerita Songkran lainnya bisa berkunjung ke Farhan atau Anida :’)
Happy Songkran Day, people! Sawasdee Pee Mai! :’)